Rembulan lagi-lagi pancarkan cahaya syahdu
Menemani aku menangis sepi, dalam bilik relung gelisah
Dipenjara dahaga akan kerinduanku menatap dunia dulu
Dunia penuh suka dalam keluarga kecilku
Namun kini semua diambil gelap, penjarakan aku dalam lantunan takdir
Semua memburuku, tak seorang malaikat betah menatapku
Dihina di tengah penderitaan hidup nan mati pun aku tetap terhina
Dikecam, diludahi, ditampar oleh waktu dan dibuang dalam jurang petaka
Aku hafal apa dosaku, meskipun dosa itu tak pernah ku lihat dalam kitab ajaran manapun
Seakan hanya aku yang berselimut dosa hingga pantas untuk dirajam.
Ketika aku berkata ini bukan pilihan
Ribuan mata sinis menatap dengan api kemarahan
Kemilau takdir manis melintas lewati aku
Dan sulit jejak itu ketemukan
Tidak ada satu jua pun obor terangi gelapku
Aku berjalan merangkak dalam airmataku
Mengapa mereka benci gelap?
Bukankah terang terkadang membuatmu buta?
Bukankah gelap hanyalah rangkaian dari berjuta warna?
Kau hanya bisa menghardik!
Sedangkan merangkul aku yang hina kau tak mampu
Berbicara dengan bijak seakan kau mampu bertahan dalam ruangku
Dengan ayat yang kau katakan suci kau menamparku
Apakah dengan itu kau yakin bahwa kamarmu adalah keselamatan bagi seluruh alam semesta?
Sedangkan hanya cacian dan hinaan kau hajatkan padaku
Kau berkata Dia mendengar!
Sedangkan tangisku telah hilang akibat beban berat ini
Jikapun ada yang tidak meludahku
Mereka hanya mampu memaksaku berpikir masih ada yang buruk dari padaku
Cukup sudah kau meludahku
Karena ribuan mata telah murka padaku
Aku hanyalah penyakit.. Penyakit yang terkadang kau beli
Dan kau katakan aku hina setelah puas jamak tubuh berdosa ini
Dengan alasan sebab-akibat kau jarah semua milikku
Seakan hanya aku penyebab dosa manusia
Menampar atas nama Tuhan!
Tapi kau telah buta satu hal
Karena sebab-akibat jua aku begini..